“Tetapi bagaimana mungkin jadi tujuan wisata jika di depan pintu masuk berjejer kandang ayam, belum lagi pintunya selalu terkunci,” ungkap Reski, Jumat (13/11).
Reski menuturkan, situs sejarah itu telah dibangun dengan anggaran yang tidak sedikit. Agar tidak mubazir, Reski menyarankan agar situs sejarah itu dikelola dengan baik, dengan menempatkan staf dinas pariwisata sebagai pengelolaan.
Apa lagi di To’ Pao menurut dia, telah dibangun beberapa gazebo dan sangat cocok menjadi tempat santai sembari berbagi edukasi sejarah Mamasa.
“Harusnya dikelola dengan baik, kalau perlu di sana ditempat staf dinas pariwisata sebagai pemandu yang paham sejarah To’ Pao,” kata Reski menyarankan.
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata, Dinas Pariwisata Mamasa, Petrus Arie, menanggapi itu. Dia mengatakan, untuk menghargai situs sejarah butuh kesadaran masyarakat.
Kata dia, di objek wisata To’ Pao sudah dibangun beberapa fasilitas, hanya saja masyarakat tidak memiliki kesadaran.
“Buktinya di sekitar lokasi dijadikan tempat penjualan ayam,” ungkap Petrus Arie via telepon.
Bahkan dia mengaku dilematis sebab di sisi lain, To’ Pao merupakan nilai budaya, sementara di sisi lain pihaknya tidak bisa melarang warga berjualan mencari nafkah.
Walau begitu, Petrus Arie berjanji ke depan akan berintegrasi dengan instansi terkait, yakni Satpol-PP dalam hal penertiban.
Petrus lanjut berucap sangat berterima kasih atas saran dan kepedulian JKS yang menyarankan dinas pariwisata untuk menempatkan staf lokasi To’ Pao.