Bahkan tak sedikit yang membiarkan nilainya hancur, karena kendala jaringan tersebut.
Seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Theologia (STT) Mamasa yang berasal dari Desa sSalutabang, Guswandri, mengatakan, untuk bisa mengikuti perkuliahan, ia harus tetap berada di Kota Kabupaten Mamasa, karena jaringan di kampungnya tidak memungkinkan untuk kuliah online.
“Saya harus memilih tetap berada di Mamasa, karena jarak dari desa Salutabang ke Desa Bambang Timur terlalu jauh jika setiap pagi saya harus melaluinya untuk kuliah online,” kata Guswandri, Jumat (30/10) siang.
Dengan kondisi itu, ia berharap pemerintah memperhatikan hal itu, agar semua desa di kecamatan bambang dapat mengakses jaringan internet.
Selaras dengan itu, Wildia Oktavia Mahasiswa Universitas Bosowa Makassar, juga mengeluhkan hal tersebut.
“Awal pandemi, saya setiap pagi ke karakean, desa Bambang Timur, tapi ternyata memakan banyak dana dan tenaga, akhirnya saya harus menyewa kos di Mamasa demi lancarnya kuliah online saya.” katanya.
Wisdi Indri Lestari Mahasiswa Unasman Polewali, juga mengeluhkan hal serupa.Â
Mahsiswi asal Desa Sikamase itu, berharap agar pemerintah memprioritaskan pembangunan jaringan telekomunikasi, sehingga pengetahuan teknologi di pedalaman dapat meningkat terutama di desanya.
“Saya berharap pemerintah segera mengusahakan agar desa-desa pedalaman dijangkau jaringan,” harapnya.
Ia menambahkan, meskipun sudah ada beberapa jaringan wifi di desanya, tetapi selain harga voucernya cukup mahal bagi mahasiswa, juga kadang-kadang jaringannya tidak mendukung.