Selain itu, dalam sanggahannya juga menyebut bahwa sejak Kepala Desa Sendana dilantik pada 29 Desember 2021 lalu, dirinya tetap melaksanakan tugas sebagai aparat desa.
Hal demikian dibuktikan dengan adanya daftar hadir Pemerintah Desa Sendana.
Menurut korban, dirinya selaku perangkat desa sejak beberapa tahun belakangan, tidak sedikitpun melakukan kesalahan terhadap tugasnya.
“Pemberhentian itu kami anggap tidak sesuai dengan aturan karena masih kami memenuhi syarat sebagai perangkat Desa,” kata salah seorang Perangkat Desa yang enggan membeberkan namanya, Jumat (15/4/2022).
Dia tak menampik, sebelum menerima surat pemberhentian, ia juga menerima surat peringatan (SP).
Namun surat peringatan itu kata dia, terkesan dipaksakan.
Sebab kurun waktu sebulan, yakni Februari-Maret, ia mendapat tiga kali surat peringatan
“SP 1 pada Februari, SP 2 pada 14 Maret, SP 3 pada 22 Maret. Di bulan yang sama saya dapat 2 kali SP dengan catatan permintaan dokumen,” katanya.
Terkait kasus ini ia dan keempat rekannya berencana menempuh jalur hukum, jika memenuhi unsur penyalahgunaan wewenang.
“Kita siap tempuh jalur Hukum, tapi saat ini sementara kita laporkan ke Ombudsman RI di Mamuju melalui kuasa hukum kami, LBH,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sendana, M Nasir, mengatakan pemberhentian perangkat Desa tidak mungkin dilakukan jika tanpa memenuhi prosedur.
“Tidak akan bisa keluar SK Pemberhentian Perangkat Desa oleh Kades kalau tidak sesuai Prosedur,” katanya Kemarin.
Salah satu prosedur kata dia, dengan adanya surat rekomendasi dikeluarkan Camat Mambi, Armin Pane.